Indonesia
merupakan negara yang menerapkan sistem hukum, aturan, prinsip-prinsip serta
dasar-dasar, struktur dan hukumnya, di
ambil melalui undang-undang dasar 1945, atau bisa disebut sebagai konstitusi
indonesia. Pada umumnya wewenang, kewajiaban pemerintah dalam membentuk suatu
tatanan hukum, atau aturan hukum mengenai suatu tindak kejahatan, atau berupa
hukuman baik pidana seumur hidup, ataupun pidana mati, di dalam suatu aturan
undang-undang haruslah di rancang berdasarkan landaskan undang-undang dasar
1945.
Hukuman
mati di indonesia mulai ramai di perdebatkan. Banyak masyarakat serta para
pakar atau praktisi hukum beranggapan bahwa, hukuman mati di indonesia
bertentangan dengan landasan undang-undang dasar 1945 dan hak asasi manusia. Di
dalam undang-undang dasar 1945 dalam pasal 28A mengatakan bahwa Setiap orang
berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupanya, Hal ini
jelas bertentangan dengan Undang-undang Narkotika dan Teroriosme yang apabila
bersalah melakukan tindak kejahatan tersebut maka harus mendapatkan vonis mati
sesuai dengan ketentuan pasal yang berlaku dalam undang-undang tersebut. Memang
pada dasarnya hanyalah seorang hakim yang berhak memutuskan suatu perkara, dan
itupun di jamin dalam konstitusi negara indonesia.
Tetapi kalau melihat kasus-kasus yang telah ada seperti narkoba dan
terorisme yang berhak untuk di vonis hukuman mati, kalau di bahas dan di kaji lebih jauh maka akan
banyak menemukan kontroversi. Seperti apa yang di katakan oleh seorang pengamat
dari universitas palangkaraya (UNPAR) kalimantan tengah Prof. Dr. Norsanie
Darlan menilai, “sebaiknya bandar narkoba yang beroperasi di Indonesia dihukum
mati agar memberikan efek jera terhadap yang lain, karena perbuatan bandar Narkoba ini akan merusak
tatanan generasi bangsa, dan wajar jika mereka dihukum mati”, kata Norsanie darlan[1]
Hal ini jelas menunjukan bahwa tindak kejahatan pelaku atau germbong
narkoba harus mendapatkan vonis hukuman mati sebab, kalau di lihat dari undang-undang no. 35 tahun 2009 tentang
narkotika. Tindak pelaku kejahatan ini haruslah di hukum mati, sebab tindak
kejahatan ini di katakan sebagai ordiynari crime atau kejahatan luar biasa yang
menimbulkan kerugian bagi orang banyak atau banyak generasi bangsa yang di
rugikan dari tindak pelaku kejahatan ini.
Dan tindak kejahatan lainya yang mendapatkan vonis mati di indonesia
yaitu terorisme, terorisme jika di lakukan oleh beberapa oknum anggota
komplotan teroris atau jaringan kelompok yang seperti ada di indonesia dan di lakukan, maka akan
menimbulkan banyak korban jiwa, hal ini juga menunjukan bahwa tindak pelaku
terorisme merupakan tindak kejahatan berat yang merugikan banyak masyarakat.
Kalau kita melihat dari kedua tindak kejahatan ini maka hanya narkotika
dan terorisme sajalah yang bisa mendapatkan vonis hukuman mati, sebab dari keduanyalah tindak kejahatan yang
dapat banyak menimbulkan kerugian bagi orang banyak. Tetapi hal ini banyak di
perbincangkan oleh masyarakat, konstitusi kita tidak beribicara seperti ini,
setiap manusia memiliki hak untuk hidup, tapi kita harus berfikir rasional terhadap
kesalahan yang telah di buat
Pakar ilmu perundang-undangan dari Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Dr. Maria Farida, berpendapat bahwa “penerapan hukuman mati sama
sekali tidak bertentangan dengan UUD 1945. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada
satu pun ketentuan dalam UUD 1945 hasil amandemen yang meniadakan hukuman mati,
Kalau dia sudah membunuh seseorang, dia sudah mengedarkan narkotika, dan itu
berakibat yang lebih banyak kepada orang lain, apakah dia layak di dalam negara
yang sesuai dengan Pancasila? Jadi, batasan itu tetap, walaupun di sini hak
untuk tidak disiksa dan sebagainya. Tapi, hak ini bisa dibatasi kalau itu
(diatur) dalam undang-undang”.[2]
Tetapi berbeda halnya dengan pendapaat dari mantan ketua mahkamah
konstitusi Jimly Asshiddiqie beliau berpendapat “ Bahwa suatu kasus dapat di
ganjar dengan pidana penjara saja kalau bukan pidana materi itu boleh saja, Tapi dia tidak boleh menilai bahwa pidana
mati itu bertentangan dengan HAM atau dengan konstitusi yang merupakan ranah
kompetensi hakim mahkamah konstitusi”.[3]
Jelas bahwa banyak kontroversi yang terjadi di kalangan masyarakat
mengenai hukuman mati ini, yang kaitanya dengan konstitusi kita, banyak
pertimbangan-pertimbangan yang muncul dari berbagai statmen dalam masyarakat,
sehinggan banyak menimbulkan pro dan kontra.
Banyak reaksi dari masyarakat terhadap vonis hukuman mati ini, yang
banyak dari mereka mengatakan bahwa hukuman mati harus benar-benar di jalankan
oleh setiap pelanggaran yang berkaitan dengan merugikan orang banyak, sebab
jika tidak di jalankan hukuman mati ini maka, semakin banyak orang-orang yang
membuat tindak kejahatan tanpa mengenal, berat atau tindaknya tindak suatu
kejahatan tersebut.
Seperti yang di tuturkan oleh Marzuki ia berpendapat “ bahwa hukuman mati
harus benar-benar di jalankan, sebab jika tidak ada hukuman mati atau di ganti
dengan hukuman yang lainya, berarti mereka masih bisa melakukan kesalahan yang
sama di lain kesempatan, menurut penuturanya kejahatan-kejahatan besar di
indonesia ini harus benar-benar ada
hukuman matinya, seperti narkoba, terorisme dan korupsi.[4]
Tetapi tidak sedikit pula masyarakat yang tidak setuju dengan adanya
hukuman mati ini, di dalam konstitusi kita di atur bahwa setiap hak warga
negara, yaitu hak untuk hidup harus dapat di tegakan, di dalam undang-undang
dasar kita telah di atur seperti itu. Buat apa kita di hukum mati toh kalaupun
tidak di hukum mati, kita bakalan mati juga, setiap seseorang yang di lahirkan
pasti memiliki hak dan kewajiban, hak untuk hidup dan menjalankan kewajiban
berupa menaati peraturan yang telah di buat.
Jelas jika dalam UUD kita pasal
28A mengatakan seperti itu.
Pro dan kontra di kalangan masyarakat mengenai layak atau tidaknya
pelaksanaan hukuman mati ini, yang berlatar belakang pada keberadaan
undang-undang dasar kita ini. Perlu di pertegas kembali apakah
peraturan-peraturan yang selama ini di buat, apa benar-benar sudah berdasarkan
konstitusi negara kita, yang berdasarkan pada undang-undang dasar 1945.
Sebab jika masih seperti ini masih
banyak akan menimbulkan lebih banyak kontroversi lagi di kalangan masyarakat,
baik warga maupun para praktisi hukum. Pemerintah dalm hal ini, dalam membuat
suatu kebijakan-kebijakan mengenai peraturan perundang-undangan haruslah bisa
menyaring berdasarkan kepada prinsip-prinsip yang berlaku.
Kebeeradaan undang –undang dasar 1945 di dalam tatanan
hukum di indonesia harus lah di kaitkan dari semua aspek-aspek yang ada, dalam
peraturan perundang-undangan yang telah di buat, baik yang mengatur tindak
pidana pembunuhan, narkoba, terorisme, korupsi, dan lain-lain harus berpacu
pada undang-undang dasar 1945. Karena undang-undang dasar 1945 di indonesia
kalau kita ibaratkan sebagai pedoman dasar untuk membuat suatu aturan hukum di
indonesia.
Pada hakikatnya keberadaan
konstitusi kita ini haruslah seimbang, dengan tatanan atau aturan hukum yang
telah di buat, kalaupun ada pertentangan atau hal yang bertolak belakang
mengenai peraturan perundang-undangan tersebut, harus ada penilaian
undang-undang yang tegas yang di lakukan oleh pihak-pihak terkait, seperti
mahkamah konstitusi, harus benar-benar di kaji bahwa peraturan
perundang-undangan yang di buat harus se arah dengan konstitusi kita
Jadi dapat di ambil gambaran
mengenai kontroversi hukuman mati terhadap konstitusi kita ini, dari polemik
yang timbul di berbagai kalangan baik masyarakat atau para ahli hukum antara
yang setuju dan tidak setuju bahwasanya. Harus banyak pertimbangn-pertimbangan
hal-hal yang patut di kaji ulang mengenai peraturan perundang-undangan kita
harus berasaskan undang-undang dasar 1945.
Sehingga mau tidak mau keberadaan undang-undang dasar kita harus dapat
kita rasakan bersama keberadaanya, sehingga dapat di jadikan sebagai pedoman
sebagai tatanan hidup untuk masyarakat yang taat akan hukum dan
kebijakan-kebijakan serta wewenang yang di buat oleh pemerintah.
Tidak seperti saat ini yang keberadaanya belum kita rasakan bersama,
karena masih banyak polemik atau perbedaan pandangan yang terjadi sehingga
masih belum terciptanya ketaatan hukum di kalangan masyarakat kita. Masyarkat
belum merasakan atau mendapat keadilan yang se adil-adilnya, masyarakat masih
banyak yang di beratkan atas peraturan-peraturan yang ada untuk menjalankan
kehidupan yang lebih adil, makmur dan sejahtera.